SIASAT KOTA KOTA

Edisi 119 - 11 Juli 2011


Karimun, Siasat Kota
Pembangunan budaya disiplin dan jujur merupakan implementasi amanat agenda reformasi birokrasi yang dituangkan dalam konsep penataan dan pengembangan struktur perangkat daerah, perumusan budaya disiplin dan jujur merupakan upaya strategis sebagai pembentukan dan perubahan sikap, perilaku kerja yang handal bagi aparatur pemerintah daerah yang efektif dan efesien, jujur, disiplin, profesional, bertanggung jawab serta produktif.
   
Melihat dari hasil akuntabilitas kinerja pemda bisa dikatakan masih sangat rendah, dalam evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada 29 pemprov dan 57 pemerintah kabupaten/kota, hanya 16 persen mendapat nilai cukup. Jumlah ini menjadi jauh lebih rendah bila dilihat dari keseluruhan 33 provinsi dan 497 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, hal ini terungkap dalam penyerahan laporan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jakarta, beberapa waktu yang lalu.

Hasil evaluasi tersebut mencerminkan tingkat akuntabilitas yang di peroleh pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota masih belum sesuai dengan harapan. Hal ini tergambar masih banyak pemda yang akuntabilitasnya masih belum optimal. Hal itu tercermin dari dimensi nilai rata-rata yang di peroleh, yakni 36.30 untuk pemprov dan 32,17 untuk pemerintah kabuapten/kota.

Demikian halnya Implikasi Komisi A DPRD Karimun, membidangi kinerja aparatur, yang terus berupaya memberikan masukan dan penekanan, agar Implementasi disiplin serta perbaikan sistem kinerja aparatur di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) karimun berjalan sebagaimana yang diharapkan dan progresif.

Anggota Komisi A DPRD Karimun, Jamaluddin, beberapa waktu yang lalu mengatakan, “Berdasarkan proporsi pasca transisi mutasi eselon II, III, IV, pada umumnya sikap mentalitas aparatur Pemkab Karimun telah jauh bergeser dari tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) sebagai pelayan masyarakat“.

"Pemkab Karimun kembali diperingatkan, tugas pokok dan fungsi sebagai pelayan masyarakat, terlepas dari perekrutan murni, berdasarkan kebutuhan, kemampuan  atau titipan dari pejabat tertentu karena hubungan kekerabatan, keluarga maupun politik dan seharusnya setelah menjadi aparatur mereka harus mampu menjalankan Tupoksi secara realistis dan mematuhi Ikrar sumpah jabatan“. Paparnya.

Jamaluddin menegaskan, pergeseran sikap dan perilaku mentalitas aparatur yang merusak sistem kinerja sebagai pelayan public, kondisi kerja dan penempatan posisi jabatan tanpa berdasarkan profil kredibilitas, kualitas dan dedikasi, serta prestasi yang menyebabkan terpuruknya moralitas dan mentalitas kinerja aparatur tersebut.

"Penempatan seseorang pada jabatan tertentu bukan berdasarkan reputasi kemampuan dedikasi dan prestasi serta penilaian Badan Pertimbangan Jabatan Kepangkatan (Baperjakat), akan tetapi berdasarkan nepotisme”. Ungkap Jamaluddin.

Ia mengutarakan, bahwa terjadinya dampak pergeseran disiplin, sikap mentalitas dan sistem kinerja aparatur, akibat dari sistem tekhnis perekrutan dan penempatan posisi jabatan “asal jadi”.

Contoh salah satu bukti, pemberlakuan absensi pagi dan sore disertai dengan sanksi pemotongan tunjangan kesejahteraan akhir-akhir ini, tidak prospektif meningkatkan disiplin, sikap mentalitas dan sistem kinerja apratur tersebut.

Sekretaris Daerah (Sekda) sebagai menajemen tertinggi birokrasi, lanjut Jamaluddin, belum mampu memainkan aktor peran ganda. Memiliki keahlian dalam Implikasi pengelolaan dan menjadi pihak tertinggi sebagai moderator untuk berkomunikasi, berkonsultasi serta berkonsulidasi kepada para aparatur.

Jamaluddin sangat menekankan, perbaikan sistem kinerja aparatur, disiplin, sikap mentalitas dan peningkatan pelayanan public, disertai ikrar politik yang seharusnya realistis dari pasangan Bupati Nurdin Basirun dan Wakil Bupati Aunur Rafiq semasa berkampanye dulu. Ironinya sebagai pemimpin/figur public yang menerima amanah dan mandat dari rakyat, ikrar politik itu seharusnya benar-benar di laksanakan dan terpenuhi setelah menjabat.

Dikalangan pemerintah, utamanya pemerintah daerah, masih terlihat birokrat-biroratnya yang masih bersifat formaistik, bahkan ritualistik. Prosedure pelayanan public yang berbelit-belit dan kadang-kadang menjengkelkan public masih belum lenyap dan berkurang. Ketidak puasan masyarakat terhadap pelayanan aparatur pemerintah, di identifikasikan karena kekurang mampuan dan kelemahan aparatur dalam melaksanakan tugasnya. Dengan kata lain, kodisi yang demikian ini disebabkan oleh administratif incapacity, kesemuanya itu pada hakekatnya menunjukkan  gejala rendahnya tingkat kemampuan administratif para aparat.  
                                                                                                                  ●  Efrizal Tanjung

Salam Untuk Penggemar "Surat Kabar Siasat Kota"

Mohon kiranya tidak memberikan komentar sekedar ucapan terimakasih atau just say hello. Kami tidak keberatan jika anda memanfaatkan ruang komentar di halaman ini untuk menaikkan rangking website anda di Google/search engine lainnya. Akan tetapi harap anda melakukannya secara elegan, yakni memberikan komentar yang berbobot mengenai Surat Kabar Siasat Kota.
Terimakasih atas perhatiannya.

Efrizal Tanjung
http://siasatkota-kepri.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar